" PERJUANGAN TAK ADA HENTI "

Oleh : Nurul Suharti

Sepertinya ini akan menjadi pengalaman pertama saya mengikuti kelas menulis. Terinspirasi dari seorang wanita kuat dan tangguh dan yang paling berjasa dalam hidup saya, Wanita yang selalu sabar, selalu memberikan kasih sayangnya tanpa pernah mengharap balasan, yaa dia adalah Ibu saya bidadariku yang mana surgaku berada di bawah telapak kakinya, dan saya ingin seperti Dia.

Alhamdulillah saya terlahir dari keluarga yang  sederhana dan berkecukupan, saya memnpunyai satu saudara yaitu kaka, jarak umur kami kurang lebih satu setengah tahun,  dan dari kecil kami diajarkan hidup sederhana. Ibu dan Bapak saya bukanlah tergolong dari keluarga yang agamis, tetapi semenjak kami  lulus dari Sekolah Dasar mereka menyekolahkan kami ke Pondok Pesantren selain juga itu atas dasar keinginan kami sendiri.

Saya masuk Pondok Pesantren itu karena ingin mengikuti jejak langkah kaka dan ingin belajar daalam satu pondok, tapi qodarullah saya diterima di Pondok Pesantren lain, sebelum saya masuk pondok tidak ada niat atau terbesit untuk menjadi seorang penghafal Al-Qur’an, bahkan waktu saya masih SD ibu pernah menyuruh untuk menghafal Surah Al-Waqi’ah dalam rangka mengikuti challenge dari salah satu Ustadz Favorit beliau dengan syarat Siapa yang bisa menyelesaikan Surah Alwaqiah dalam waktu 100 hari maka akan mendapatkan hadiah Umroh bareng. Tapi waktu itu saya kurang tertarik dan tak tau kenapa tidak hafal-hafal. Nah, setelah saya masuk Pondok yang mana disana berbasis Al-Qur’an mau tidak mau saya harus menghafalkannya.

Setelah beberapa waktu menghafal, saya mungkin merasa sudah merasa lelah dan banyak cobaan, dari masalah pribadi, masalah pertemanan, dan hampir tidak ingin melanjutkan untuk menghafal, sampai saya terbesit “kuat tidak ya?” kemudian meminta nasehat dari Ustadz dan Ustadzah yang mengajar disana. Dalam perjalan menghafal Al-Qur’an memang tidak ada yang mudah, banyak rintangan yang harus dihadapi. Pesan-pesan dari beliau menjadikan saya mulai bersemangat lagi dalam menghafal.

Pada saat saya kelas 3 Smp saya berencana untuk keluar dari pondok dan melanjutkan ke Sekolah lain, karena saya sudah merasa tidak sanggup disana dan ingin mencari suasana belajar yang baru, tapi nyatanya saya tetap melanjutkan disana Sampai saya menyelesaikan hafalan 30 Juz, pada saat selesai saya merasa bahagia dan tidak, bahagia karena berkesempatan menyelesaikan hafalan dan tidak bahagia karena memikirkan tanggung jawab kedepannya, yang mana pada saat itu hafalannya hanya sekedar lewat.

Selesai lulus dari Pondok selama 6 tahun saya melanjutkan pengabdian selama 1 tahun disana. Banyak pengalaman dan pelajaran saat mengabdi disana, saya bisa belajar bagaimana membagi waktu, belajar mengajar,  belajar mengendalikan emosi pada saat ada masalah, dan masih banyak lagi.

Setelah setahun, disaat teman-teman lain memilih untuk melanjutkan pendidikannya masing-masing, ada yang Kuliah, ada yang kerja. Saya dan beberapa teman memutuskan untuk menghafal kembali, karena saya sendiri merasa hafalan saya sangat lemah dan mungkin memang sekedar lewat saja. Pada saat itu saya dan beberapa teman menghafal di salah satu Rumah Tahfidz, dan disana saya benar-benar merasakan bagaimana nikmatnya menghafal, bagi saya Al-Qur’an memang tidak bisa diduakan, harus ada perjuangan khusus untuk menyelesaikannya, karena hadiahnya pun bukan main. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili r.a ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Bacalah Al-Qur’an karena ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya.” (HR.Imam Muslim)

Tidak hanya di dunia, tetapi di Akhirat juga akan terjamin jika kita bisa mengamalkan isi kandungan dalam Al-Qur’an. Tak lepas dari dukungan dan do’a kedua Orang Tua, Keluarga, dan para Guru, semua menjadi motivasi saya pada saat menghafal, walaupun terpisah jauh, tapi menurut saya ini adalah salah satu bukti bahwa saya siap menghadapi semua yang akan terjadi pada saat saya menghafal.

Setelah kurang lebih delapan bulan disana target saya sendiri belum tercapai, karena waktu itu harus dituntut pulang oleh keadaan, saya merasa menyesal kartena belum bisa menyelesaikannya, tapi disisi lain saya bersyukur karena bisa sampai kurang lebih setengah dari Al-Qur’an bisa saya setorkan kepada Ustadz dan Usadzah disana. Nah, menurut saya mulai dari selesai dari Rumah Tahfidz ini adalah awal perjuangan saya lagi untuk menghafal dan muroja’ah tanpa bergantung pada Guru ataupun keterikatan program sebagaimana di Pondok, saya harus bisa membagi waktu untuk mengaji dan waktu untuk yang lain, ditambah sekarang saya sudah masuk kuliah dan harus bisa mengimbanginya, tapi saya senang karena diperkuliahan saya juga masih berbasis Al-Qur’an yang mana saya masih mudah untuk beraaptasi. Dari sini saya harus berjuang lebih kuat lebih semangat lagi dalam menjalaninya.

“Bagi saya hidup itu harus penuh perjuangan, sebagaimana kita menghafal Al-Qur’an, ketika kita jatuh kita boleh istirahat, tapi ingat setelah itu harus lanjut berjuangan sampai akhir yag tidak ditentukan, intinya semua harus diniatkan hanya semata-mata mengharapkan Ridho Allah SWT.”